Senin, 09 Agustus 2010

Nilai gizi
Asam lemak mengandung energi tinggi (menghasilkan banyak ATP). Karena itu kebutuhan lemak dalam pangan diperlukan. Diet rendah lemak dilakukan untuk menurunkan asupan energi dari makanan.
Asam lemak tak jenuh dianggap bernilai gizi lebih baik karena lebih reaktif dan merupakan antioksidan di dalam tubuh.
Posisi ikatan ganda juga menentukan daya reaksinya. Semakin dekat dengan ujung, ikatan ganda semakin mudah bereaksi. Karena itu, asam lemak Omega-3 dan Omega-6 (asam lemak esensial) lebih bernilai gizi dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Beberapa minyak nabati (misalnya α-linolenat) dan minyak ikan laut banyak mengandung asam lemak esensial (lihat macam-macam asam lemak).
Karena mudah terhidrolisis dan teroksidasi pada suhu ruang, asam lemak yang dibiarkan terlalu lama akan turun nilai gizinya. Pengawetan dapat dilakukan dengan menyimpannya pada suhu sejuk dan kering, serta menghindarkannya dari kontak langsung dengan udara.
Mengenal Asam Lemak
Posted on September 8, 2008 by amiyela
Asam lemak, bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida).
Fungsi lemak dalam tubuh dikenal sebagai :
1. bahan bakar metabolisme seluler
2. merupakan bagian pokok dari membran sel
3. sebagai mediator atau second massenger aktivitas biologis antar sel
4. sebagai isolasi dalam menjaga keseimbangan temperatur tubuh dan melindungi organ-organ tubuh
5. pelarut vitamin A, D, E, dan K agar dapat diserap tubuh.
Sedangkan asam lemak tak jenuh mempunyai fungsi yang lebih kompleks , antara lain : sebagai bioregulator endogen, misalnya dalam pengaturan homeostasis ion, transkripsi gen, signal transduksi hormon, mensintesis lemak, serta mempengaruhi pembentukan protein.
Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh (saturated fatty acids=SFAs) yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Sedangkan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acids), asam lemak tak jenuh ini masih dibedakan lagi menjadi dua kelompok besar yaitu Monounsaturated fatty acids (MUFAs), dimana ikatan ikatan rangkapnya hanya satu, dan Polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dimana ikatan rangkapnya lebih dari satu.
PUFAs dibedakan lagi menjadi dua bagian besar yaitu : asam lemak Omega-6 Cis dan asam lemak Omega-3 Cis (berdasarkan letak ikatan rangkapnya pada ikatan karbon nomor berapa dilihat dari gugus omega ).
Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek rasa lezat dan tekstur makanan menjadi lembut serta gurih. Di dalam tubuh, lemak menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan protein dan karbohidrat, yaitu 9 kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Dalam mengkaji hubungan antara diet lemak dengan penyakit jantung perlu diperhatikan proporsi energi yang berasal dari lemak serta jenis lemak yang dikonsumsi.
Dianjurkan konsumsi lemak sebesar 30% atau kurang untuk kebutuhan kalori setiap harinya, yang terdiri dari 10% asam lemak jenuh, 10% asam lemak tak jenuh tunggal dan 10% asam lemak tak jenuh ganda.
Secara umum lemak hewani umumnya banyak mengandung asam lemak jenuh (SFAs=Saturated fatty acids),sementara lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh tunggal (MUFAs= Monounsaturated fatty acids) maupun ganda (PUFAs=Polyunsaturated fatty acids) kecuali minyak kelapa.
Bahan Makanan sumber SFAs, MUFAs dan PUFAs
Tipe Lemak: Asam Lemak Jenuh(SFAs)
Sumber : Minyak kelapa, daging berlemak, kulit ayam, susu “full cream”, keju, mentega, kelapa, minyak inti sawit, minyak kelapa sawit.
Tipe Lemak: Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFAs)
Sumber : Alpokat, margarine, minyak kacang tanah, minyak zaitun, minyak biji kapas
Tipe Lemak: Asam lemak tak jenuh ganda (PUFAs)
Sumber : Minyak wijen, margarin, minyak kacang kedelai, minyak jagung, minyak biji matahari.
Sumber : Whitney,” Understanding Nutrition”, 1990
Makanan yang berasal dari hewani selain mengandung asam lemak jenuh juga mengandung kolesterol, dengan demikian mengurangi asupan makanan ini akan memberi keuntungan lebih yaitu pembatasan asupan kolesterol. Sebaliknya, makanan nabati kecuali minyak kelapa sedikit mengandung lemak jenuh dan tidak mengandung kolesterol.
Studi klinik dan studi menggunakan hewan percobaan , memberikan petunjuk bahwa penggantian asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh dalam diet, berhasil menurunkan kadar kolesterol total dan LDL dalam darah tanpa menurunkan HDL, sehingga menurunkan resiko penyakit jantung koroner.
Daftar komposisi asam lemak jenuh bahan makanan (dalam 100 gram bahan makanan )
Minyak kelapa : 80,2
Mentega : 44,1
Minyak biji kapas : 32,7
Kelapa tua : 29,4
Lemak babi : 28,4
Minyak wijen : 26,4
Margarine : 21,0
Susu bubuk “full cream” : 16,3
Keju : 11,3
Sumber : Bagian Gizi RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia , “Penuntun Diit”, 1999
Daftar komposisi asam lemak tidak jenuh bahan makanan (dalam 100 gram bahan makanan)
Minyak biji bunga matahari : 84,6
Minyak ( jagung, kacang kedele ) : 80,0
Minyak zaitun : 75,7
Minyak (kacang tanah, wijen) : 70,0
Minyak biji kapas : 62,0
Lemak babi : 60,0
Margarine : 53,3
Kacang tanah : 30,3
Mentega : 25,4
Sumber : Bagian Gizi RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia , “Penuntun Diit”, 1999
[referensi : http://www.bogor.net & http://id.wikipedia.org]
4) Jumat, 12 Juni 2009
ANALISIS SENYAWA LIPID
ANALISIS SENYAWA LIPID
Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform dan eter. Asam lemak adalah komponen unit pembangun pada hampir semua lipid. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon dari 4 sampai 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon nonpolar yang panjang. Hal ini membuat kebanyakan lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982).
Lipid secara umum dapat dibagi ke dalam dua kelas besar, yaitu lipid sederhana dan lipid kompleks. Yang termasuk lipid sederhana antara lain adalah: 1) trigliserida dari lemak atau minyak seperti ester asam lemak dan gliserol, contohnya adalah lemak babi, minyak jagung, minyak biji kapas, dan butter, 2) lilin yang merupakan ester asam lemak dari rantai panjang alkohol, contohnya adalah beeswax, spermaceti, dan carnauba wax, dan 3) sterol yang didapat dari hidrogenasi parsial atau menyeluruh fenantrena, contohnya adalah kolesterol dan ergosterol (Scy Tech Encyclopedia 2008).
Lipid yang paling sederhana dan paling banyak mengandung asam lemak sebagai unit penyusunnya adalah triasilgliserol, juga sering disebut lemak, lemak netral, atau trigliserida. Jenis lipid ini merupakan contoh lipid yang paling sering dijumpai baik pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Triasilgliserol adalah komponen utama dari lemak penyimpan atau depot lemak pada sel tumbuhan dan hewan, tetapi umumnya tidak dijumpai pada membran. Triasilgliserol adalah molekul hidrofobik nonpolar, karena molekul ini tidak mengandung muatan listrik atau gugus fungsional dengan polaritas tinggi (Lehninger 1982).
Triasilgliserol terakumulasi di dalam beberapa area, seperti jaringan adiposa, dalam tubuh manusia dan biji tanaman, dan triasilgliserol ini mewakili bentuk penyimpanan energi. Lipid yang lebih kompleks berada dekat dan berhubungan dengan protein dalam membran sel dan partikel subselular. Jaringan yang lebih aktif mengandung lipid kompleks yang lebih banyak, contohnya adalah dalam otak, ginjal, paru-paru, dan darah yang mengandung konsentrasi fosfatida dalam jumlah tinggi pada mamalia (Scy Tech Encyclopedia 2008).
Terdapat berbagai macam uji yang berkaitan dengan lipid yang meliputi analisis kualitatif maupun kuantitatif. Uji-uji kualitatif lipid diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Uji Kelarutan Lipid
Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terdahap berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka hasilnya lipid tersbut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar.
2. Uji Akrolein
HC=O
HC + H2O
H2C
H2C-O-COOR1
HC-O-COOR2
H2C-O-COOR3
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia (2008), uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih. Berikut reaksi yang terjadi pada uji akrolein:
panas
KHSO4
Trigliserida Akrolein
3. Uji Ketidakjenuhan Lipid
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji apakah termasuk asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan pereaksi Iod Hubl. Iod Hubl ini digunakan sebagai indikator perubahan. Asam lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya. Tabung dikocok sampai bahan larut. Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl dimasukkan ke dalam tabung sambil dikocok dan perubahan warna yang terjadi terhadap campuran diamati. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya. Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai dengan timbulnya warna merah ketika iod Hubl diteteskan ke asam lemak, lalu warna kembali lagi ke warna awal kuning bening. Warna merah yang kembali pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam lemak.
4. Uji Ketengikan
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji ketengikan. Dalam uji ini, diidentifikasi lipid mana yang sudah tengik dengan yang belum tengik yang disebabkan oleh oksidasi lipid. Minyak yang akan diuji dicampurkan dengan HCl. Selanjutnya, sebuah kertas saring dicelupkan ke larutan floroglusinol. Floroglusinol ini berfungsi sebagai penampak bercak. Setelah itu, kertas digantungkan di dalam erlenmeyer yang berisi minyak yang diuji. Serbuk CaCO3 dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan segera ditutup. HCl yang ditambahkan akan menyumbangkan ion-ion hidrogennya yang dapat memecah unsur lemak sehingga terbentuk lemak radikal bebas dan hidrogen radikal bebas. Kedua bentuk radikal ini bersifat sangat reaktif dan pada tahap akhir oksidasi akan dihasilkan peroksida (Syamsu 2007).
5. Uji Salkowski untuk kolesterol
Uji Salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan kolesterol. Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Apabila dalam sampel tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas menjadi berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi kuning dengan warna fluoresens hijau (Pramarsh 2008).
6. Uji Lieberman Buchard
Uji Lieberman Buchard merupakan uji kuantitatif untuk kolesterol. Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan asam sulfat ke dalam campuran. Sebanyak 10 tetes asam asetat dilarutkan ke dalam larutan kolesterol dan kloroform (dari percobaan Salkowski). Setelah itu, asam sulfat pekat ditambahkan. Tabung dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Mekanisme yang terjadi dalam uji ini adalah ketika asam sulfat ditambahkan ke dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air berpindah dari gugus C3 kolesterol, kolesterol kemudian teroksidasi membentuk 3,5-kolestadiena. Produk ini dikonversi menjadi polimer yang mengandung kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna hijau ini menandakan hasil yang positif (WikiAnswers 2008). Reaksi positif uji ini ditandai dengan adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi hijau tua.
Uji Kuantitatif Lipid
Firestone dalam Schmidl dan Labuza (2000) dalam Fachri (2008) menyebutkan bahwa untuk menganalisa kandungan lemak dalam makanan dapat dilakukan dengan cara volumetris, gravimetris, dan kromatografi. Kromatografi yang dapat dipakai seperti kromatografi gas (CG), kromatografi lapisan tipis (TLC), kromatografi ekslusi (SEC), kromatografi cairan (LC) dan kromatografi yang memiliki unjuk kerja baik seperti HP-SEC dan HPLC.
Kromatografi gas digunakan untuk melarutkan dan menghitung lipida seperti triasilgliserol dan turunan-turunan FAME. TLC sangat sesuai untuk memisahkan ester kolestrol, mono, di, triacylglycerols, asam lemak bebas, kolestrol, dan fospolipid. SEC dan HP-SEC digunakan untuk memisahkan produk hidrolitik, oksidasi dan pemanasan lemak. Sedangkan HPLC digunakan untuk memisahkan lipida non-volatil yang memiliki berat molekul tinggi.
Untuk menentukan kadar lemak total dalam makanan, the Nutrition and Labeling Education membutuhkan tahapan sebagai berikut, yaitu (1) hidrolisis dengan asam atau basa; (2) ekstraksi dengan eter ; dan (3) konversi asam lemak ke metil ester asam lemak (FAME) kemudian menghitung kadar FAME dengan kromatografi gas. Artiss dkk (1988) menentukan kandungan lipida dengan menggunakan TLC dan metode enzimatis. Enzim yang digunakan adalah enzim hidrolase, oxidase dan peroxidase dalam precursor chromogen. Metode ini sesuai untuk menentukan fospolipida hewan, jaringan tissue manusia dan fluida (Fachri 2008).
1. Metode Analisis Protein
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dalam analisis kimia adalah metode yang digunakan untuk penentuan senyawa nitrogen secara kuantitatif dalam substansi kimia. Metode ini dikembangkan oleh Johan Kjeldahl pada tahun 1883. Saat ini, metode Kjeldahl digunakan untuk menentukan kandungan pasti protein dalam makanan. Metode ini terdiri atas pemanasan substansi dengan asam sulfat, dimana dekomposisi asam organik oleh oksidasi akan membebaskan nitrogen yang tereduksi sebagai amonium sulfat. Pada tahap ini kalium sulfat ditambahkan untuk meningkatkan titik didih dari 169oC menjadi 189oC.Dekomposisi kimia sampel menjadi lengkap ketika medium berubah menjadi bersih dan tidak berwarna (sangat gelap).
Larutan kemudian disuling dengan natrium hidroksida (ditambahkan dalam jumlah yang sedikit) yang mengubah garam amonium menjadi amonia. Jumlah amonia yang muncul (jumlah nitrogen yang muncul dalam sampel) ditentukan dengan cara titrasi balik. Produk akhir kemudian dia bil dan dicampurkan bersama dengan asam borat. Amonia bereaksi dengan asam dan setelah itu dititrasi dengan natrium karbonat dan pH indikator yang digunakan adalah metil jingga. Metode Kjeldahl yang berkembang saat ini sudah terotomatisasi dan menggunakan katalis spesifik seperti merkuri oksida atau tembaga sulfat untuk mempercepat dekomposisi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Degradasi: Protein + H2SO4 → (NH4)2SO4(aq) + CO2(g) + SO2(g) + H2O(g)
Pembebasan amonia: (NH4)2SO4(aq) + 2NaOH → Na2SO4(aq) + 2H2O(l) +
2NH3(g)
Perolehan amonia: B(OH)3 + H2O + NH3 → NH4+ + B(OH)4–
Titrasi Balik: B(OH)3 + H2O + Na2CO3 → NaHCO3(aq) +
NaB(OH)4(aq) + CO2(g) + H2O
Bromokresol
Bromokresol hijau adalah pencelup yang tergolong ke dalam triarilmetana dan sering digunakan sebagai indikator pH dan pewarna bagi jejak DNA pada elektroforesis gel agarose. Bromokresol dapat digunakan dalam bentuk asam bebas (padatan coklat cerah) atau dalam bentuk garam natrium (padatan hijau tua). Dalam larutan, kedua padatan tersebut mengion dan memberikan bentuk monoanionik yang berwarna kuning. Selanjutnya monoanionik dideprotonasi pada pH tinggi untuk memberikan bentuk dianionik (biru) yang ditabilkan oleh resonansi. Bromokresol juga bias digunakan sebagai inhibitor protein transpor prostaglandin E2.
2. Metode Reduksi Karbohidrat
Metode Somogyi-Nelson
Metode Nelson/Somogyi merupakan yang terbaik bila
digunakan untuk uji aktivitas enzim karena memberikan respon pewarnaan
stoikiometri dengan oligosakarida homolog dengan berbagai derajat
polimerisasi sehingga memberikan pengukuran yang benar dari ikatan-ikatan
glikosida yang terpotong yang menunjukkan aktivitas enzimnya
Metode Follin Wu
Metode ini digunakan dalam analisis kuantitatif gula dalam darah. Prinsip pengukuran kadar glukosa darah dengan metode Folin Wu adalah ion kupri akan direduksi oleh gula dalam darah menjadi kupro dan mengendap menjadi Cu2O. Penambahan pereaksi fosfomolibdat akan melarutkan Cu2O dan warna larutan menjadi biru tua, karena ada oksida Mo. Dengan demikian, banyaknya Cu2O yang terbentuk berhubungan linier dengan banyaknya glukosa di dalam darah. Filtrat yang berwarna biru tua yang terbentuk akibat melarutnya Cu2O karena oksida Mo dapat diukur kadar glukosanya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.
Fehling
Fehling adalah salah satu metode reduksi yang digunkana untuk mengidentifikasi gula pereduksi. Gula reduksi adalah gula yang dapat mereduksi Fehling menjadi tembaga oksida yang mengendap berwarna merah merah (ion kupri tereduksi menjadi ion kupro). Larutan Fehling A mengandung ionkupri CuSO4, sedangkan Fehling B mengandung campuran alkali (NaOH dan KNaC4H4O6). Gula reduksi dengan alkali (Fehling B) akan bereaksi membentuk enediol, kemudian enediol ini dengan ion kupri (Fehling A) membentuk ion kupro dan campuran asam-asam. Selanjutnya ion kupro dalam suasana basa akan membentuk kupro hidroksidayang dalam keadaan panasa akan mendidih dan mengendap menjadi endapan kupro oksida (Cu2O) yang berwarna merah bata (Kuswurj 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar